pasains

Situs ini ada sejak Desember 04, yang merupakan jawaban atas perkembangan teknologi & informasi kepencintaalaman. Internet sebagai wahana yang tak terikat batasan ruang, waktu dan batas negara, telah menjamah berbagai bidang kehidupan termasuk dunia kepencintaalaman. Internet menjadi pilihan PASAINS dalam penyampaian informasi tentang selukbeluk dunia kepencintaalaman.

Friday, July 27, 2007

Jaringan Pemantau Gempabumi (sumber: www.bmg.go.id)

Pengamatan gempabumi di Indonesia berawal pada tahun 1898 saat pemerintah Hindia Belanda mengoperasikan seismograf mekanik Ewing. Kemudian pada tahun 1908 dipasang seismograf Wiechert komponen horizontal yang pada tahun 1928 dilengkapi dengan seismograf Wiechert komponen vertikal. Pemasangan kedua jenis seismograf tersebut dilakukan di beberapa kota yaitu Jakarta, Medan, Bengkulu dan Ambon. Dengan instrumen yang ada dilakukan pemantauan gempabumi meskipun dengan tingkat keakuratan rendah jika dibandingkan saat ini.

Pada tahun 1953 BMG sebagai instansi yang terkait dengan pengamatan gempabumi memasang seismograf Elektromagnetik Sprengnether di Lembang - Bandung yang disusul dengan pemasangan seismograf bertipe sama di Jakarta, Medan, Tangerang, Denpasar, Ujungpandang, Kupang, Jayapura, Manado dan Ambon sehingga terbentuk jaringan seismograf yang pertama kali di Indonesia. Seismograf 3 komponen ini beroperasi di sepuluh kota tersebut sampai dengan tahun 1980-an.

Pada tahun 1964 di stasiun Lembang dipasang Seismograf Teledyne Geotech yang termasuk dalam jaringan WWSSN (World Wide Standard Seismololgical Network). Seismograf ini memiliki 6 komponen dan mengalami modifikasi pada tahun 1978. Kemudian pada tahun 1974 UNDP-Unesco mengadakan proyek pengembangan seismologi di Indonesia yang antara lain meliputi standarisasi seismograf dan proses pengolahan data gempabumi serta pengembangan jaringan pemantau. Salah satu bentuknya adalah pemasangan seismograf periode pendek (Short Period Seismograph - Kinemetric) komponen Z di 27 stasiun seluruh Indonesia.
Era sistem pemantauan telemetri di BMG dimulai ketika pada tahun 1989 dioperasikan Seismograf Telemetri Periode Pendek komponen Z dari LDG-Perancis di 28 stasiun pemantau di seluruh Indonesia. Stasiun-stasiun ini dikelompokkan menjadi 5 wilayah yang masing-masing memiliki satu Pusat Gempabumi Regional (Regional Seismological Center) dengan pemantauan secara real time yang dipusatkan di Jakarta sebagai Pusat Gempabumi Nasional (National Seismological Center). Seluruh stasiun ini pada tahun 1998 dilengkapi dengan fasilitas GARNET. Jaringan tersebut masih beroperasi hingga saat ini dan merupakan jaringan pemantau seismik utama BMG.

Sejak tahun 1989 tersebut dapat dikatakan bahwa BMG memiliki dua tipe stasiun pemantau gempabumi di Indonesia. Pertama adalah stasiun telemetri yang tidak berawak dan lainnya adalah stasiun geofisika konvensional. Di stasiun geofisika konvensional, data gempabumi diobservasi dengan bantuan operator kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan analisis parameter gempabumi sementara. Data tersebut juga dikirimkan melalui internet, faksimil dan sistem komunikasi data lainnya ke PGR dan PGN untuk dianalisis lebih lanjut. Secara keseluruhan saat ini terdapat 30 stasiun geofisika konvensional dan 28 stasiun seismik telemetri yang tersebar di lima balai wilayah di seluruh Indonesia. Balai wilayah yang juga berfungsi sebagai Pusat Gempa Regional ini terdapat di lima kota yaitu Medan, Ciputat, Denpasar, Makasar dan Jayapura.

Pada tahun 1993 dipasang seismograf periode panjang (Long Period Seismograph) 3 komponen di stasiun geofisika konvensional Tretes yang dilengkapi dengan TREMORS. Di tahun ini pula dipasang seismograf periode pendek 3 komponen SPS-3 (Kinemetrics) di 9 stasiun geofisika konvensional di seluruh Indonesia yaitu di Banda Aceh, Padang Panjang, Kepahyang, Kotabumi, Tanjungpandan, Kupang, Palu, Ambon dan Sorong.

Perkembangan lain dari sistem pemantau seismik BMG adalah dimulainya era broadband sejak tahun 1992 pada saat dioperasikannya seismograf 3 komponen tipe Broadband di stasiun Parapat dan Jayapura. Keduanya hingga saat ini masih beroperasi. Menyusul pada kurun waktu 1997-2001 dengan adanya proyek kerjasama Indonesia dan Jepang yaitu Joint Operation of Japan - Indonesia Seismic Network (JISNET) dipasang seismograf jenis broadband di 23 stasiun di seluruh Indonesia. Proyek kerjasama ini dilanjutkan kembali antara NIED Jepang dan BMG untuk periode 2001-2006 dengan nama Operation & Data Exchange of Japan - Indonesia Seismic Network (JISNET continued). Pelaksanaan proyek ini meliputi pemasangan seismograf jenis Broadband di 22 stasiun seluruh Indonesia.

Sementara itu, pada tahun 1999 di Kappang (Sulawesi Selatan) dipasang seismograf 3 komponen jenis broadband yang merupakan kerjasama BMG-UCSD/USA. Pada tahun 2002 di stasiun yang sama kembali dipasang seismograf bertipe broadband yang merupakan salah satu dari 6 stasiun seismik CTBTO (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty Organization). Lima stasiun lainnya adalah Parapat, Lembang, Kupang, Sorong dan Jayapura. Seismograf ini direncanakan akan beroperasi sampai dengan tahun 2004.

Pada tahun 2003 dibentuk Sistem Pemantauan Seismik Nasional (National Seismic Monitoring System) dengan penambahan seismograf broadband di 27 stasiun-stasiun seismik seluruh Indonesia. Seismograf ini terintegrasi dengan jaringan yang telah ada dan mempunyai sistem pengolahan data real time berlokasi di Jakarta dengan 3 Pusat Seismik Regional Mini (Mini Regional Seismic Center) yang berlokasi di Padangpanjang, Kepahyang, Palu. Jaringan sistem pemantau yang dikembangkan hingga tahun 2005 ini juga meliputi 15 Digital Strong-motion Accelerograph. Diharapkan dengan adanya penambahan instrumen pengamat dan perluasan jaringan seismik maka pengamatan gempabumi serta fenomena yang menyertainya dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.


Gambar 1. Diagram Alur Sistem Pemantauan Telemetri di PGR dan PGN

Gambar 2b. Jaringan Pusat Gempabumi Regional II

Gambar 2d. Jaringan Pusat Gempabumi Regional IV








































































































Gambar 2a. Jaringan Pusat Gempabumi Regional I


Gambar 2c. Jaringan Pusat Gempabumi Regional III


Gambar 2e. Jaringan Pusat Gempabumi Regional V




Gambar 3. Jaringan Stasiun Seismik di Indonesia


Gambar 4. Jaringan Seismograf Broadband

Tuesday, April 24, 2007

Selamat Hari Bumi dan Kesadaran Akan Perubahan Iklim

Isu perubahan iklim yang terjadi di bumi bukanlah suatu berita yang dianggap serius oleh sebagian orang, mungkin karena ketidaktahuan atau ketidakpedulian masyarakat terhadap dampak yang akan disebabkan oleh perubahan iklim ini. Perubahan iklim terutama disebabkan oleh hasil pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, gas, dan gas alam). Bahan-bahan bakar tersebut menghasilkan karbon dioksida (CO2) yang merupakan gas rumah kaca yang utama.

Gas rumah kaca secara alami penting untuk kehidupan di bumi. Tanpa mereka, kita tidak dapat hidup karena bumi akan menjadi terlalu dingin. Namun, jumlah mereka yang terlalu banyak dan peningkatan temperatur global membuat iklim menjadi tidak stabil, sehingga kesehatan kita dan kesehatan ekosistem global berada dalam bahaya. Aktifitas manusia yang beranekaragam telah melepaskan lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfer sehingga meningkatkan temperatur global rata-rata dan menciptakan perubahan iklim.

Analisis dari penelitian para ilmuwan di Antartika menunjukkan saat ini tingkat CO2 di atmosfer menjadi 30% lebih tinggi dibandingkan waktu-waktu sebelumnya dalam 420.000 tahun terakhir dan akan terus bertambah. Bukti bahwa perubahan iklim yang sudah terjadi adalah:

  • Suhu permukaan bumi telah meningkat sebesar 1.0 oF semenjak akhir abad ke-19.
  • Tahun-tahun terpanas di abad ke-20 terjadi pada 15 tahun terakhir. Dari catatan tersebut, tahun 1998 merupakan tahun yang paling panas, disusul oleh tahun 2001.
  • Salju yang menyelubungi kutub Utara dan es yang mengapung di lautan Antartika telah berkurang karena mencair.
Sejumlah besar ilmuwan setuju bahwa perubahan iklim adalah nyata dan mendesak adanya aksi global yang serius, hal ini telah mendapatkan respon yang cukup positif oleh warga di negara-negara amerika dan eropa yang didukung oleh pemerintah daerahnya dengan mengkampanyekan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil dalam aktifitas kesehariannya.

Berbagai fenomena alam aneh yang terjadi di Indonesia belakangan ini, seperti angin putting beliung, kemarau yang panjang, hujan yang disertai badai dan pergeseran musim, bisa jadi disebabkan oleh perubahan iklim secara global yang dipicu oleh pemanasan global yang disebabkan oleh aktifitas manusia itu sendiri.

Maka dari itu, penting bagi Pasains bisa mengajak teman-teman Mahasiswa sebagai pribadi intelektual yang peduli lingkungan untuk bisa mensosialisasikan dan mengajak orang lain untuk ikut bersama-sama menjaga lingkungan kita yang bertujuan untuk mencegah terjadinya bencana yang akan melanda kita. Dan pada akhirnya saya ucapkan "selamat hari bumi" jaga bumi kita jangan sampai menjadi dunia yang hilang.

Thursday, March 08, 2007

Hujan Lebat, Angin Ribut, dan Hujan Es

1. Hujan Lebat, Angin Ribut, dan Hujan Es

Fenoma cuaca seperti hujan es, angin kencang yang dikategorikan angin putting beliung/leysus/angin puyuh serta issu Badai menerjang kawasan Indonseia, fenomena cuaca tersebut sebenarnya bukan fenomena cuaca yang baru terjadi atau fenomena cuaca yang aneh, karena fenomena ini biasa terjadi di Indonesia. Masih segar ingatan kita beberapa bulan atau minggu yang lalu, seperti di daerah pacitan, ngawi, taman mini, cileduk, Krawang, Tegal, Madiun, dan beberapa tempat di Sumatera, dan daerah lainnya, bahkan beberapa tahun lalu di Jakarta Pusat pernah dihebohkan dengan adanya angin kencang dapat menghempaskan pesawat helikoper, jadi fenomena ini sudah pernah terjadi, hanya kejadiannya mempunyai frekuensi yang jarang.

Sementara hujan lebat atau deras yang biasa terjadi setiap tahun sebenarnya fenomena cuaca yang umum terjadi, bahkan dari tahun ketahun hujan lebat selalu ada, apakah disaat musim penghujan, musim peralihan sekalipun dimusim kemarau, ringkasnya hujan lebat tidak mempunyai siklus teratur, kesemuanya itu tergantung sirkulasi udara yang sedang terjadi, wallahu alam !

Angin Putting beliung adalah angin kencang, tapi angin kencang belum tentu dikatakan angin putting beliung, tergantung kecepatan angin yang menyertainya, angin putting beliung kejadiannya singkat antara 3- 5 menit setelah itu diikuti angin kencang yang berangsur-angsur keceptannya melemah, sedangkan angin kencang dapat berlangsung lebih dari 30 menit bahkan bisa lebih dari satu hari dengan kecepatan rata-rata 20 – 30 knot, sementara puting beliung biasa kecepatannya dapat mencapai 40 – 50 km/jam atau lebih dengan durasi yang sangat singkat dan tidak sama dengan fenomena Badai yang sering melanda di negara Amerika, Australia, filipina, Jepang, Kore maupun China.

Fenomena ini biasanya terjadi pada saat musim peralihan atau pada saat cuaca/hujan di musim hujan yang hujannya masih banyak terjadi pada siang atau malam hari, karena memang fenomenanya selalu terjadi setelah lepas pukul 13.00 – 17.00 namun demikian tidak mentup kemungkinan dapat terjadi pada malam hari.

Hujan Es+ Angin putting beliung berasal dari jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (CB) dekat dengan permukaan bumi, dapat juga berasal dari multi sel awan dan pertumbuhannya secara vertical dengan luasan area horizontalnya sekitar 3 – 5 km dan kejadiannya singkat berkisar antara 3 - 5 menit atau bisa juga 10 menit tapi jarang, jadi wajar kalau peristiwa ini hanya bersifat local dan tidak merata, jenis awan berlapis lapis ini menjulang kearah vertical sampai dengan ketinggian 30.000 feet lebih, Jenis awan berlapis-lapis ini biasa berbentuk bunga kol dan disebut Awan Cumulo Nimbus (CB)

Bagaimana mengetahui adanya hujan es/angin puting beliung ?

Karena sifatnya yang lokal, luasannya kurang dari 10 km maupun durasinya yang sangat singat maka jika kita menggunakan model cuaca dengan grib 0,75 derajat (82,5 km), maka mempunyai perbandingan 1 : 8, kecuali kita mempunyai meso scal dengan domain yang sangat kecil kurang lebih 10 km, namun demikian fenomena tersebut sangat perlu diketahui oleh kita yang ada diluar rumah, seperti :

  • lebih sering terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan
  • lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, tapi terkadang pada malam hari
  • satu hari sebelumnya udara pada malam hari- pagi hari udaranya panas/pengap/sumu'
  • sekitar pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol
  • tahap berikutnya adalah awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap
  • perhatikan pepohonan disekitar tempat kita berdiri, apakah ada dahan atau ranting yang sudah bergoyang cepat, jika ada maka hujan dan angin kencang sudah akan datang
  • terasa ada sentuhan udara dingin disekitar tempat kita berdiri
  • biasanya hujan pertama kali turun adalah hujan tiba-tiba dengan deras, apabila hujan nya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri
  • Terdengar sambaran petir yang cukup keras, apabila indikator tersebut dirasakan oleh kita maka ada kemungkinan hujan lebat+petir dan angin kencang akan terjadi
  • Jika 1 atau 3 hari berturut –turut tidak ada hujan pada musim penghujan, maka ada kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun tidak.

DIMANA SAJA ?

Wilayah yang akan memasuki musim pancaroba dapat dipastikan akan mengalami hujan lebat+angin kencang yang bersifat lokal, namun tidak menutup kemungkinan dimusim hujan juga akan terjadi angin putting beliung, pada saat musim penghujan biasanya terjadi jika 2 – 3 hari berturut-turut tidak terjadi hujan bahkan sebaliknya cuaca cukup cerah. Suatu daerah sudah mengalami putting beliung kecil kemungkinan akan terjadi angin putting beliung susulan.

Antisipasi :

  • Jika terdapat pohon yang rimbun dan tinggi serta rapuh agar segera ditebang untuk mengurangi beban berat pada pohon tersebut
  • Perhatikan atap rumah yang sudah rapuh, karena pada rumah yang rapuh sangat mudah sekali terhempas, sedangkan pada rumah yang permanent kecil kemungkinan terhempas.
  • Cepat berlindung atau menjauh dari lokasi kejadian, karena peristiwa fenomena tersebut sangat cepat

Friday, September 08, 2006

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

MITOLOGI GUNUNG MERAPI

Gunung Merapi (2914 meter) hingga saat ini masih dianggap sebagai gunung berapi aktif dan paling berbahaya di Indonesia, namun menawarkan panorama dan atraksi alam yang indah dan menakjubkan. Secara geografis terletak di perbatasan Kabupaten Sleman (DIY), Kabupaten Magelang (Jateng), Kabupaten Boyolali (Jateng) dan Kabupaten Klaten (Jateng). Berjarak 30 Km ke arah utara Kota Yogyakarta, 27 Km ke arah Timur dari Kota Magelang, 20 Km ke arah barat dari Kota Boyolali dan 25 Km ke arah utara dari Kota Klaten.

Menurut Atlas Tropische Van Nederland lembar 21 (1938) terletak pada posisi geografi 7 derajad 32.5' Lintang Selatan dan 110 derajad 26.5' Bujur Timur. Dengan ketinggian 2914 m diatas permukaan air laut. Berada pada titik persilangan sesar Transversal perbatasan DIY dan Jawa Tengah serta sesar Longitudinal lintas Jawa (lihat Triyoga Lucas Sasongko 1990, Manusia Jawa & Gunung Merapi Persepsi dan Sistem Kepercayaanya, Gadjahmada Univ. Press). Meletus lebih dari 37 kali, terbesar pada tahun 1972 yang menewaskan 3000 jiwa. Terakhir meletus pada Selasa Kliwon tanggal 22 November 1994, dengan korban tewas lebih dari 50 orang

Mitologi G. Merapi.

Untuk memahami mitologi Gunung Merapi tidak bisa terlepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Kota ini terbelah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Laut Kidul, Parangkusumo - Panggung Krapyak - Karaton - Tugu Pal Putih dan Gunung Merapi. Secara filosofis hal ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu Jagat Alit dan Jagat Ageng.

Jagat alit, yang mengurai proses awal-akhir hidup dan kehidupan manusia dengan segala perilaku yang lurus sehingga terpahaminya hakekat hidup dan kehidupan manusia, digambarkan dengan planologi Kota Yogyakarta sebagai Kota Raja pada waktu itu. Planologi kota ini membujur dari selatan ke utara berawal dari Panggung Krapyak, berakhir di Tugu Pal Putih. Hal ini menekankan hubungan timbal balik antara Sang Pencipta dan manusia sebagai ciptaannnya (Sangkan Paraning dumadi).

Dalam perjalanan hidupnya manusia tergoda oleh berbagai macam kenikmatan duniawi. Godaan tersebut dapat berupa wanita dan harta yang digambarkan dalam bentuk pasar Beringharjo. Adapun godaan akan kekuasaan digambarkan oleh komplek Kepatihan yang kesemuanya berada pada sisi kanan pada jalan lurus antara kraton dan Tugu Pal Putih, sebagai lambang manusia yang dekat dengan pencipta-Nya (Manunggalaing Kawula Gusti).

Jagat Ageng, yang mengurai tentang hidup dan kehidupan masyarakat, di mana sang pemimpin masyarakat siapapaun dia senantiasa harus menjadikan hati nurani rakyat sebagai isteri pertama dan utamanya guna mewujudkan kesejahteraan lahir bathin bagi masyarakat dilandasi dengan keteguhan dan kepercayaan bahwa hanya satu pencipta yang Maha Besar. Jagat Ageng ini digambarkan dengan garis imajiner dari Parangkusuma di Laut selatan - Karaton Yogyakarta - Gunung Merapi. Hal ini lebih menekankan hubungan antara manusia yang hidup di dunia dimana seorang manusia harus memahami terlebih dahulu hakekat hidup dan kehidupannya sehingga mampu mencapai kesempurnaan hidup (Manungggaling Kawula Gusti).

Gunung Merapi menduduki posisi penting dalam mitologi Jawa, diyakini sebagai pusat kerajaan mahluk halus, sebagai "swarga pangrantunan", dalam alur perjalanan hidup yang digambarkan dengan sumbu imajiner dan garis spiritual kelanggengan yang menghubungkan Laut Kidul - Panggung krapyak - Karaton Yogyakarta - Tugu Pal Putih - Gunung Merapi. Simbol ini mempunyai makna tentang proses kehidupan manusia mulai dari lahir sampai menghadap kepada sang Maha Pencipta.

Menurut foklor yang diceritakan oleh Juru Kunci Merapi yang bernama R. Ng. Surakso Hargo atau sering disebut mbah Marijan disebutkan bahwa konon Karaton Merapi ini dikuasai oleh Empu Rama dan Empu Permadi. Dahulu sebelum kehidupan manusia, keadaan dunia miring tidak stabil. Batara Guru memerintahkan kepada kedua Empu untuk membuat keris, sebagai pusaka tanah Jawa agar dunia stabil. Namun belum selesai keburu mengutus para Dewa untuk memindahkan G. Jamurdipa yang semula berada di Laut Selatan ke Pulau Jawa bagian tengah, utara Kota Yogyakarta (sekarang) dimana kedua Empu tersebut sedang mengerjakan tugasnya. Karena bersikeras berpegang pada "Sabda Pendhita Ratu" (satunya kata dan perbuatan) serta tidak mau memindahkan kegiatannya, maka terjadilah perang antara para Dewa dengan kedua Empu tadi yang akhirnya dimenangkan oleh kedua Empu tersebut.

Mendengar kekalahan para Dewa, Batara Guru memerintahkan Batara Bayu untuk menghukum keduanya dengan meniup G. Jamurdipa sehingga terbang diterpa angin besar ke arah utara dan jatuh tepat diatas perapian dan mengubur mati Empu Rama dan Permadi. Namun sebenarnya dia tidak mati hanya berubah menjadi ujud yang lain dan akhirnya menguasai Kraton makhluk halus di tempat itu. Sejak itu arwahnya dipercaya untuk memimpin kerajaan di Gunung Merapi tersebut. Masyarakat Karaton Merapi adalah komunitas arwah mereka yang tatkala hidup didunia melakukan amal yang baik. Bagi mereka yang selalu melakukan amalan yang jelek arwahnya tidak bisa diterima dalam komunitas mahluk halus Karaton Merapi, biasanya terus nglambrang kemana-mana lalu hinggap di batu besar, jembatan, jurang dsb menjadi penunggu tempat tersebut.

Menurut cerita rakyat yang lain yang juga diceritakan oleh mbah Marijan : Konon pada masa kerajaan Mataram tepatnya pada pemerintahan Panembahan Senopati Pendiri Dinasti Mataram (1575-1601). Panembahan Senopati mempunyai kekasih yang bernama Kanjeng Ratu Kidul, Penguasa Laut Selatan. Ketika keduanya sedang memadu kasih dia diberi sebutir "endhog jagad" (telur dunia) untuk dimakan. Namun dinasehati oleh Ki Juru Mertani agar endog jagad tersebut jangan dimakan tapi diberikan saja kepada Ki Juru Taman. Setelah memakannya ternyata Juru Taman berubah menjadi raksasa, dengan wajah yang mengerikan. Kemudian Panembahan Senopati memerintahkan kepada si raksasa agar pergi ke G. Merapi dan diangkat menjadi Patih Karaton Merapi, dengan sebutan Kyai Sapujagad. (Marijan 1996, wawancara)

Labuhan & Selamatan

Sebagai perwujudan kepercayaan Karaton Mataram terhadap keberadaan sekutu mistisnya yaitu Karaton Kidul (di Samodera Indonesia) dan Karaton Merapi ini, maka diselenggarakan prosesi Labuhan. Labuhan berasal dari kata labuh yang artinya persembahan. Upacara adat karaton Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) ini sebagai perwujudan doa persembahan kepada Tuhan YME agar karaton dan rakyatnya selalu diberi keselamatan dan kemakmuran. Labuhan biasanya diselenggarakan di beberapa tempat antara lain di : G. Merapi, Pantai Parangkusumo, G. Lawu dan Kahyangan Dlepih. Biasanya dilaksanakan untuk memulai suatu upacara besar tertentu seperti Tingalan Jumenengan. Barang-barang milik raja yang dilabuh antara lain : Semekan solok, semekan, kain cinde, lorodan layon sekar, guntingan rikmo, dan kenoko selama setahun, seperangkat busana sultan dan kuluk kanigoro.

Disamping labuhan ada beberapa upacara selamatan yang lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti : Sedekah Gunung, Selamatan Ternak, Selamatan Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, Selamatan Mencari Orang Hilang, Selamatan Orang Kesurupan, Selamatan Sekul Bali, Selamatan Mengambil Jenazah, Selamatan Menghadapi Bahaya Merapi, dll. Dua diantaranya ditunjukkan oleh Upacara Becekan dan Upacara Banjir Lahar berikut ini.

Upacara Becekan, disebut juga Dandan Kali atau Memetri Kali yang berarti memelihara atau memperbaiki lingkungan sungai, berupa upacara meminta hujan pada musim kemarau yang berlangsung di Kalurahan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Air sungai sangat penting bagi penduduk setempat untuk keperluan pertanian. Konon sesudah diadakan upacara biasanya segera turun hujan sehingga tanah menjadi becek maka lalu disebut becekan. Becek diartikan juga sebagai sesaji berujud daging kambing yang dimasak gulai. Dusun yang melaksanakan upacara ini antara lain : Dusun Pagerjurang, Dusun Kepuh dan Dusun Manggong. Penyelenggaraannya dibagi menjadi beberapa tahap: Pertama, memetri sumur di Dusun Kepuh (di kawasan itu hanya dusun ini yang memiliki sumur); Kedua, Upacara Becekan dilakukan di tengah-tengah Sungai Gendol; Ketiga upacara khusus di masing-masing dusun. Upacara ini dimaksudkan untuk berdoa memohon hujan kepada Tuhan YME agar tanah menjadi subur, sehingga warga menjadi sehat, aman, selamat dan sejahtera. Waktu penyelenggaraan, menggunakan pranotomongso yaitu pada mongso kapat dan harinya Jumat Kliwon, jika pada mongso kapat tidak terdapat Jumat Kliwon diundur pada mongso kalimo, sebab hari itu dianggap keramat. Upacara ini dipimpin oleh seorang modin dan diikuti oleh warga ketiga dusun. Perlu diketahui bahwa seluruh rangkaian acara ini harus dilakukan/diikuti oleh kaum laki-laki dan sesaji sama sekali tidak boleh disentuh oleh wanita serta kambing untuk sesaji harus kambing jantan.

Upacara Banjir Lahar, tradisi penduduk sekitar gunung berapi, khususnya dalam menanggapi bencana lahar. Salah satunya bisa disaksikan di Dusun Tambakan, Desa Sindumartani, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, sebagai salah satu desa yang sering dilewati bencana lahar (dingin atau panas) dari Gunung Merapi.

Upacara ini berupa doa mohon keselamatan dan perlindungan kepada Tuhan YME bagi segenap penduduk agar terhindar dari marabahaya, disertai dengan peletakan sesaji berupa kelapa muda di sungai yang diperkirakan akan dilewati lahar. Hal ini dilakukan bila telah melihat tanda-tanda alam akan datangnya bencana lahar yang telah mereka kenal secara turun temurun.

Penduduk yang bermukim di tepi sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi kadang mendengar suara-suara aneh di malam hari, misalnya gemerincing suara kereta kencana yang lewat. Konon merupakan pertanda bahwa Karaton Merapi sedang mengirimkan rombongan dalam rangka hajat untuk mengawinkan kerabatnya dengan salah satu penghuni Karaton Laut Kidul. Hal itu ditafsirkan sebagai pertanda mistis bahwa sebentar lagi akan terjadi banjir lahar yang akan melalui sungai itu, sehingga bagi mereka yang tahu akan segera membuat langkah-langkah pengamanan dan penyelamatan.

Adapun tujuan dari penyelenggaraan berbagai prosesi selamatan tersebut konon adalah untuk berdoa memohon keselamatan dan kelimpahan rejeki kepada Tuhan YME serta memberi sedekah kepada makhluk halus penghuni Merapi agar tidak mengganggu penduduk, damai dan terbebas dari marabahaya, sehingga tercipta satu harmoni antara manusia dan lingkungan alam. Apabila perilaku manusia negatif maka maka alampun akan negatif pula.

Konsep keseimbangan yang menjadi kearifan penduduk sekitar Gunung Merapi merupakan implementasi dari nilai-nilai yang mereka percaya bahwa para penghuni akan murka ketika menyimpang dari kaidah-kaidah alam yang benar dan seimbang. Letak harmoninya tidak saja terletak pada sesaji yang disediakan namun pada perilaku yang selalu diusahakan untuk tidak nyebal (menyimpang) dari kaedah-kaedah keseimbangan alam, yang selalu selaras serasi dan seimbang untuk menjaga keutuhan ekosistem. (A. Ferry T. Indratno, diolah dari beberapa dokumen tentang G. Merapi milik TeMBI)

Apa yang harus dikerjakan sebelum, saat & sesudah gempa terjadi

Sebelum terjadi gempa:

1. Kunci utama adalah:
  • Mengenali apa yang disebut gempa dan dimana saja sumber-sumbernya.
  • Memastikan bahwa struktur dan letak rumah anda dapat terhindar dari bahaya yg disebabkan gempa dan akibat sekundernya (longsor, tsunami, liquifaction, dll)
  • Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan anda agar terhindar bahaya gempa.
2. Kenali lingkungan tempat anda bekerja dan tinggal
  • Memperhatikan letak pintu, lift serta tangga darurat, apabila terjadi gempa bumi, sudah mengetahui tempat paling aman untuk berlindung.
  • Belajar melakukan P3K
  • Belajar menggunaka pemadan kebakaran
  • Mencatat Nomor Telepon Penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi
3. Persiapan Rutin pada tempat anda bekerja dan tinggal
  • Perabot (Lemari, Cabinet dll) diatur menempel pada dinding (dipaku/ diikat dll)untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser dll pada saat terjadi gempabumi.
  • Menyimpan bahan mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah, agar terhindar dari kebakaran.
  • Selalu mematikan air, gas dan listrik apa bila sedang tidak digunakan.
4. Penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempa bumi adalah akibat kejatuhan material
  • Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagin bawah.
  • Cek kestabilan benda yang tergantung yang dapat jatuh pada saat gempa bumi terjadi (mis : lampu dll).
5. Alat yang harus ada di setiap tempat: Kotak P3K, Senter lampu, Radio, makanan suplemen dan air mineral.

Saat gempabumi terjadi :

1. Jika anda berada dalam bangunan
  • Lindungi kepala dan badan anda dari reruntuhan bangunan (dengan bersembunyi dibawah meja dll).
  • Mencari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan goncangan.
  • Berlari keluar apabila masih dapat dilakukan.
2. Jika anda berada diluar bangunan atau area terbuka
  • Menghindar dari bangunan yang ada disekitar anda (spt : gedung, tiang listrik, pohan dll)
  • Perhatikan tempat anda berpijak hindari apabila terjadi rekahan tanah.
3. Jika anda sedang mengendari mobil.
  • Keluar, turun dan menjaui dari mobil, hindari jika terjadi pergeseran atau kebakaran.
  • Lakukan poin 2.
4. Jika anda tinggal atau berada dipantai, jauhi pantai untuk menghindari terjadinya Tsunami
5. Jika anda tinggal didaerah pegunungan, apabila terjadi gempa hindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.

Sesudah gempa bumi terjadi :

1. Jika anda berada dalam bangunan
  • Keluar dari bangunan tersebut dengan tertib.
  • Jangan menggunakan tangga berjalan atau litf, gunakan tangga biasa.
  • Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K.
  • Telepon/minta pertolongan apabila terjadi luka pada anda atau sekitar anda.
2. Periksa lingkungan sekitar anda
  • Periksa apakah terjadi kebakaran, gas bocor, arus pendek, aliran & pipa air
  • Perkecil segala hal yang dapat membahayakan (Mematikan Listrik, tidak menyalakan api dll).
3. Jangan masuk ke Bangunan, karena kemungkinan masih terdapat runtuhan.
4. Jangan berjalan disekitar daerah gempa, kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada.
5. Mendengarkan informasi mengenai gempa dari radio (apabila terjadi gempa susulan dll).
6. Mengisi angket yang diberikan oleh Instansi Terkait untuk mengetahui intensitas gempa.

Wednesday, August 30, 2006

MOUNTAINEERING

I. PENDAHULUAN

Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demiukian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjaadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :

1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik pendakian tebing gunung salju.
Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknik-teknik Rock Climbing dan lain-lain.

II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG

1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.

III. BAHAYA DI GUNUNG

Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.

1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-keterbatasan pada diri kita sendiri.

IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :

1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
  • Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
  • Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.

1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
  • Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
  • Sukar atau tidak dapat tidur
  • Kehilangan control emosi atau lekas marah
  • Bernafas agak berat/susah
  • Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
  • Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.
  • Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.
4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.

VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER

1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
  • Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
  • Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapar dicapai :
  1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
  2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita.
  3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A. Keadaan udara
  • Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
  • Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angina panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
  • Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam, menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat

Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang.

3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.

Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.

Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.

Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.

Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.

Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.

Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.

MERBABU, Jawa Tengah

Keterangan Umum
Nama : Merbabu
Nama Lain : Merbaboe
Lokasi : Koordinat/ Geografi : 7°8' - 7°35'27" LS dan 110°1' - 110°26' BT
Posisi Puncak : 7°27' LS dan 110°25' BT
Ketinggian : a. 3145 m dari muka air laut
b. 2710 m dari dataran tinggi Magelang
Kota Terdekat : Magelang, Salatiga dan Boyolali (merupakan ibu Kota Kabupaten).
Tipe Gunungapi : A (aktip), gunungapi strato volkano (gunungapi berlapis antara batuan lava dengan batuan piroklastika)

Pendahuluan
Cara Pencapaian : Pendakian untuk mencapai puncaknya paling mudah dapat dicapai dari daerah utara (Salatiga) Kopeng, Desa Sidomukti (menurut pengalaman para pendaki dan pencinta alam).

Demografi Gunungapi Merbabu
Kota terdekat adalah Magelang (selatan), Salatiga (utara-timurlaut) dan Boyolali (barat-baratdaya) (kota-kota tersebut merupakan Ibukota Kabupaten)
Sebagian besar penduduk bermukim di kota besar, kecamatan dan tersebar di pedesaan yang termasuk wilayah tiga Kabupaten tersebut. Banyaknya penduduk yang bermukim di sekitar gunungapi tersebut berkaitan dengan kondisi morfologi,, potensi alam seperti wisata, perkebunan dan kesuburan tanah.

Perkembangan penduduk dari waktu ke waktu, umumnya diikuti oleh pendatang, perkembangan pemukiman di daerah bersangkutan sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk meningkat dengan pesat.

Di antara kota-kota di sekitarnya Megelang, Salatiga dan Boyolali selain merupakan ibu kota Kabupaten dengan penduduk terbanyak, juga merupakan kota pendidikan militer (AKMIL), Salatiga untuk tujuan wisata dan Boyolali juga merupakan kota transit.


Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi
Sumber daya alam komplek gunungapi Merbabu terdiri dari bahan galian berupa batu pecah, pasir sebagai bahan bangunan dan batu belah bahan untuk batu tempel dinding, dari aliran lava dan sedikit belerang yang terdapat pada sublimasi solfatara dan fumarola dikawahnya.

Wisata
Komplek Gunungapi Merbabu tidak hanya dikenal dengan kesuburan tanahnya, tetapi dikenal juga dengan potensi wisatanya, diantaranya panorama alam yang indah dengan ketinggian, serta kesejukan udaranya, membuat para wisatawan baik domestik maupun manca negara menikmatinya, selain itu juga lahan pertanian yang sangat menarik bagi wisatawan.

SEJARAH LETUSAN

Menurut catatan sejarah letusannya, gunungapi Merbabu ini mengalami hanya satu kali erupsi sejak Tahun 1600, yakni pada 1797. Letusan tersebut tidak banyak diketahui oleh para ahli waktu itu (tidak ada laporan terinci mengenai kegiatan letusannya). Letusannya diperkirakan dengan letusan central yang bersifat explosif (Tom Simkin dan Lee Siebert, 1994).

Karakter Letusan : Dominan explosifnya berupa aliran dan jatuhan piroklastika, berselang seling efusiva lava.
Perioda Letusan : Belum diketahui secara rinci, oleh karena terbatasnya data-data literatur, maupun laporan-laporan terdahulu.

GEOLOGI

Bentuk dan struktur Gunungapi Merbabu, bentuknya besar sekali jika dibandingkan dengan gunung Merapi yang sangat ramping yang tampaknya merupakan suatu gunungapi yang tumbuhnya berlebihan. Bagian puncaknya dapat dibagi menjadi tiga satuan yang merupakan sektor Graben Gunungapi, yakni :

a. Graben Sari dengan arah timur tenggara – barat baratlaut.
b. Graben Guyangan dengan arah selatan baratdaya – utara timur.
c. Graben Sipendok dengan arah barat laut – timur tenggara.

Erupsi samping gunungapi Merbabu banyak menghasilkan aliran lava dan aliran piroklastik, aliran lava tersebut mengalir melalui titik erupsi yang diselimuti oleh endapan piroklastika baik aliran maupun jatuhan. Titik-titik erupsi tersebut diperkirakan melalui jalur sesar dengan arah utara baratlaut – selatan tenggara serta melalui daerah puncak.
Morfologi gunungapi Merbabu dapat dibagi menjadi beberapa satuan berdasarkan penampilan bentuk rupa bumi pada peta topografi (Hamidi.S dkk 1988) masing-masing :
  1. Satuan morfologi sisa graben (daerah sekitar puncak), satuan morfologi ini terdiri dari 3(tiga) bagian yakni Graben Sari, Graben Guyangan dan Graben Sipendok. Ketiga graben tersebut diperkirakan adalah hasil kegiatan volkano tektonik dimana kegiatan tektonik berupa sesar di-ikuti oleh kegiatan erupsi dan kemudian di-ikuti pula oleh kegiatan erupsi samping yang membentuk kerucut erupsi samping.
  2. Satuan morfologi aliran lava Kopeng, satuan morfologi aliran lava ini jelas dapat dilihat di lapangan yang membentuk punggung lava yang sangat menonjol, dimana batuan yang mengalasi berupa aliran lava.
  3. Satuan morfologi Kerucut Watutulis,Satuan morfologi ini merupakan kerucut erupsi samping (flank eruption) yang banyak menghasilkan aliran lava yang bersifat andesitis – basaltis dan piroklastika, baik aliran maupun jatuhan.
  4. Satuan morfologi Kerucut Gunung Pregodalem, keadaan satuan ini sama dengan satuan morfologi kerucut Gunung Watutulis, dimana kerucut ini dapat dipertimbangkan sebagai sumber bahaya apabila terjadi peningkatan letusan.
  5. Satuan morofologi titik-titik erupsi samping, satuan morfologi ini sangat banyak terdapat didaerah gunung Merbabu, berdasarkan peta rupa bumi daerah yang terkait, satuan morfologi ini membentuk suatu kelurusan rupa bumi yang ber-arah utara baratlaut – timur tenggara, bentuk kelurusan rupa bumi ini dapat mencerminkan adanya bentuk struktur sesar yang melalui daerah puncak gunungapi Merbabu.
Stratigrafi gunungapi Merbabu, sifat letusan dari pada gunungapi ini diantaranya adalah eksplosif, disamping itu bersamaan dengan sifat efusif yang dapat dibuktikan dengan adanya aliran lava, baik yang berasal dari pada kegiatan erupsi pusat maupun erupsi samping. Sifat eksplosif dapat dibuktikan dari banyaknya endapan piroklastika yang tebal. Secara umum gunungapi Merbabu terdiri atas aliran piroklastika, aliran lava, endapan banjir bandang pada Th 1985 dan endapan longsoran (Hamidi,1988)
  1. Aliran piroklastika, ini menyebar di seluruh bagian tubuh gunungapi Merbabu, sifat singkapan tertentu dengan warna abu-abu ke-kuningan, berbutir halus hingga kasar, kadang kala ditemukan lapisan semu (“surge”), lokasi singkapan dapat dilihat di sekitar Jrakah ditemukan lapisan sebanyak lebih dari 12 lapisan piroklastika aliran dengan tanah hasil pelapukan yang sangat tebal.
  2. Aliran lava, gunungapi Merbabu secara umum mengisi bagian lembah sungai yang terdapat di sekitar gunungapi tersebut, ber-umur paling muda menurut urutan umur stratigrafi. Akan tetapi di daerah Selo Redjo ditemukan aliran lava tua dengan sifat pelapukan yang sudah lanjut. Di daerah Kopeng aliran lava membentuk suatu pematang aliran lava yang sangat tinggi dan membentuk lidah lava.
  3. Endapan banjir bandang di daerah gunungapi Merbabu di temukan didaerah Kaponan, pada dasar sungai Soting, dimana menurut keterangan penduduk setempat pada Th.1985 telah terjadi banjir bandang yang telah merusak jembatan penghubung antara Kaponan dengan daerah lainnya, sifat endapan banjir bandang ini seperti endapan sungai, terdiri dari bongkah-bongkah lava andesitis sampai basaltis, pasir sangat kasar, masih segar dan mudah lepas.
  4. Endapan longsoran (debris avalanche) dapat ditemukan didaerah Salatiga, dimana bukaan yang sangat besar dengan arah ke utara – timurlaut, yakni daerah wilayah Salatiga.

Peneliti Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu diantaranya adalah Junghun pada Tahun 1850 dan Verbeek & Fennema pada Tahun 1896. Menurut Verbeek & Fennema Th.1896, telah menemukan hasil erupsi berupa lava basaltis yang mengalir dalam sungai-sungai kecil diantara Boyolali dan Selo. Van Bemmelen, R.W. 1941, telah memetakan daerah G. Merbabu serta membagi beberapa satuan batuan hingga menjadi 9 (sembilan satuan) diantaranya:

1. Kerucut Merbabu (terutama lava basaltis andesitis dan breksi).
2. Dataran tinggi Kopeng yang diselimuti oleh lapisan abu.
3. Kaki kerucut Merbabu (terutama breksi lahar dan lava)
4. Aliran lava muda kerucut Merbabu (erupsi samping)
5. Kaki utara Merapi diselimuti oleh abu G.Merapi
6. Kawah (erupsi samping)
7. Erupsi pusat berupa aliran lava muda
8. Mofet dan solfatara di gunungapi Merbabu.
9. Sisa struktur volkano – tektonik (sektor graben)

Penelitian yang dilakukan oleh Neuman van Padang 1951, telah menemukan bahwa gunungapi tersebut telah mengeluarkan basalt olivin augit, andesit augit dan andesit hornblende hiperstein augit.

Demikian pula menurut Mac Donald 1972, melaporkan bahwa pada th.1797, gunungapi Merbabu meletus melalui erupsi samping dan erupsi pusat, namun tidak dilaporkan bahwa hasil erupsi yang telah dikeluarkan serta kerusakan dan korban akibat kegiatan erupsi tersebut.

GEOKIMIA

Jenis Batuan : Menurut Neuman van Padang 1951, batuan yang dihasilkan oleh Gunungapi Merbabu adalah ; Basalt olivin augit, Andesit augit dan Andesit hornblende hiperstein augit.

MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Pemantauan aktivitas gunungapi Merbabu dilakukan secara Visual dari Pos Pengamatan yang terdekat (G.Merapi). Daerah Bahaya Gunungapi Merbabu yang dilakukan oleh Hamidi.S dkk, 1988, dapat dibagi menjadi 3(tiga) kategori, diantaranya adalah :
  1. Daerah Bahaya Primer, daerah bahaya ini meliputi daerah puncak dan sekitarnya dengan radius sekitar 4-5 Km dari titik pusat erupsi, selain itu mempertimbangkan pula adanya titik-titik erupsi samping yang menempati zona pelurusan topografi dengan arah baratlaut – tenggara. Daerah yang termasuk kedalam daerah bahaya primer ini tidak selayaknya untuk dikembangkan apabila kegiatan gunungapi Merbabu menunjukkan peningkatan kegiatan yang nyata, baik erupsi normal atapun erupsi samping.
  2. Daerah Bahaya Lontaran, dapat dibagi menjadi 2(dua) bagian masing-masing berbentuk lingkaran yang mempunyai radius antara 5 dan 6 Km dari titik erupsi (puncak), daerah ini kemungkinan besar dilanda oleh bahan-bahan jatuhan piroklastika (efflata maupun tefra), daerah ini dapat juga disebut sebagai daerah Waspada terhadap lontaran. Bahaya yang mungkin melanda daerah waspada terhadap lontaran ini tidak bergantung pada topografi, sehingga apabila terjadi kegiatan gunungapi yang berupa letusan yang menghasilkan jatuhan piroklastika, tindakan yang tepat adalah mencari perlindungan yang kuat atau meninggalkan tempat pemukimannya.
  3. Daerah Bahaya Sekunder, daerah bahaya ini kemungkinan dilanda oleh lahar hujan. Daerah ini meliputi morfologi rendah yang memungkinkan untuk dilanda oleh aliran lahar sekunder, sehingga daerah bahayanyapun terdapat disekitar daerah aliran sungai yang berhulu dari daerah puncak gunungapi Merbabu.

Monday, January 03, 2005

pasains


PASAINS merupakan sebutan bagi Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, berdiri pada tahun 1997, PASAINS secara langsung bernaung di bawah pengawasan Pembantu Dekan III Fakultas MIPA UGM. Hingga kini PASAINS merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa dibawah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sebagai organisasi kepencintaalaman, PASAINS berpedoman pada kode etik dan hakekat pencinta alam, berazaskan Pancasila (yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945), berdasarkan UUD 1945 dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Layaknya suatu organisasi, dalam menjalankan kegiatannya PASAINS memiliki pengurus beserta program kerjanya, AD/ART, dan inventaris alat yang dimiliki untuk berkegiatan.

Monday, December 27, 2004

The Why of it All


Humping a load
through morning chill and darkness,
it’s off to the hills we go.
Alloy hangs clanking (sweet music to my ears!)
from nylon loops strong as whatever.
Sticky, stinky, ill-fitting shoes
and sturdy, wide-mouth vessels.
Healthy snacks that taste like dirt,
and a tattered little book—
just barely decipherable—
to guide us along the way.

The traveled trail aims upward now
and thighs begin to burn.
Lungs become bellows
as cheerful banter gets exchanged
for huff and puff, huff and puff.
But just in time, a second wind
arrives to see the journey through.
Then packs are shed, wet brows get wiped…
So grateful for morning coffee!

Rack the gear and check the book,
stack the rope, where in hell’s the route?
Shaded eyes scan the wall
while fingers dip nervously in the chalk.
Musn’t tell, but last night's sleep came late...
Do anticipation and apprehension
always go hand-in-hand?
But the moment’s arrived, it’s time to cast off.
First a hand, then a foot,
and, suddenly, the why of it all
is crystal clear once more.
It’s so damn good to be back on the rock!

pasains

under contractions!!